mndingan di satuin aja yee.. Hohoho..
Author: Nabila Revianti (cielah)
Judul: (Nggak mau tau, ah!)
Enjoy aja yaa..
Aku punya empat sahabat, namanya Nadhira Qinthara, Yusifa Tamarlin, Rezka Bella sama Medina Anisya Purnama. Meski mereka berempat itu ngeselinnya minta ampun, jahilnya tiada tandingannya dan super aneh, aku sayang mereka berempat (soalnya aku juga sama kayak mereka). Thara itu anaknya aneh, jahil, tetangganya Bagas lagi. Rambutnya keriting (kurasa anak-anak lain juga tahu) dan kulitnya kecoklatan, apa putih, aku lupa. Tingginya 147 dan aku 150. Berarti aku lebih tinggi daripada dia. Tapi Thara lebih tua daripada aku. Dia lumayan pintar di matematika, IPS, IPA sama kebudayaan, sisanya aku tidak tahu sama sekali. (Yang jelas, Thara itu parah di B.Sunda).
Sekarang beralih ke Yusifa. Anaknya itu super nggak jelas, aneh, gampang disuruh-suruh, gampang ditipu, kocak, tapi super malesin (mukanya). Baik juga sih dia. Tapi, aku paling nggak suka ngomongin Yusifa yang baik-baik, jadi kita omongin yang buruk-buruk aja, ya. Yusifa rambutnya pendek seleher, mungkin agak ikal dan juga berantakan (entah itu modelnya atau emang orangnya yang males nyisir rambut). Sebenarnya Yusifa lumayan cantik, tapi karena dia agak sedikit jorok,yaaah ... gitu deh. Kurasa anaknya cukup pinter. Tingginya Yusifa 150 (kurasa dia copy paste tinggiku).
Terus Rezka Bella. Agak pendiam dan satu tingkat lebih waras dibanding Thara (soalnya Thara yang paling nggak waras) kedua aku, ketiga Yusifa, keempat Rezka dan kelima Yusifa. Rezka itu otaknya nggak tahu otak apaan, tapi kayaknya dia itu pinter-pinter-nggak jelas. Rambutnya panjang berwarna hitam kental--kayak kopi--dan pastinya rambut si Rezka pait kayak kopi juga. Tingginya tidak jelas karena penulisnya nggak tahu dan nggak berniat nanyain ke orangnya langsung ... pokoknya Rezka itu baik + mudah akrab ma orang lain + suka guling-guling.
Terakhir Medina Anisya Purnama. Anaknya super cerewet, agak mungil, tukang gossip, suaranya membengkak kayak gajah, yaah ... pokoknya begitu. Tapi, Medina itu anaknya asyik + karena dia tukang gossip, kita jadi bisa tahu gossip-
gossip terbaru. Meski begitu, kayaknya dia lumayan pinter. Mungkin udah tuker otak kali. Kalau tersenyum nggak ikhlas, bakal muncul lesung pipit di pipinya, jadi kayak burung pipit (nggak enak diliat deh). Matanya bersinar (kayak kucing pas malem-malem), terus aneh banget. Oh ya, Medina itu juga gampang disuruh-suruh kayak Yusifa. Asyiikk~punya dua pesuruh! Meski Medina-nya sendiri nggak sadar kalo dia sering disuruh-suruh (biarlah kata Nidji). Rambutnya mungkin agak panjang.
Ah, sudahlah, sampai disini dulu. Jangan berharap aku akan mendeskripsikan diriku sendiri ya! Kapan-kapan aku akan melanjutkan cerita super GAJE ini lagi.
---Tanpa basa-basi langsung aja ke cerita---
"Kita adain drama!" kata guru baru, Bu Indah. Aku diem-diem aja sambil makan bekal. Aku kan nggak bisa ngapalin, palingan aku jadi peran pembantu, batinku. "Drama apaan, Bu?" tanya Rezka bingung. "Nnng ... drama tentang putri-putrian aja deh jadi pemerannya anak-anak perempuan" kata Bu Indah. Kembali aku hanya diam. Tak peduli urusan drama. "Ibu sudah milih tokoh utamanya. Yusifa jadi Putri Salju ya?" kata Bu Indah sembari menyerahkan naskah dialog. Yusifa yang lagi makan sosis langsung batuk-batuk. "Hah? Jadi Putri Salju?" Yusifa tampaknya kaget. Yah ... masa orang kayak dia yang sering ingusan gitu jadi putri, aku aja juga kaget.
Habis itu Bu Indah kembali berkeliling, menatap muka anak-anak perempuan satu per satu, buat nentuin peran-peran drama. "Nabila jadi Cinderella, Nadhira jadi kakak tiri, Rezka jadi cermin, Medina jadi kurcaci, blablabla ..." kata Bu Indah sambil terus membagikan naskah dialog. "Ya elah, masa' aku jadi kurcaci?" kata Medina dengan raut wajah kesal. "Aku juga, masa' jadi Cinderella? Terus masa' yang jadi kakak tirinya si Thara sih. Nggak banget deh!" gumamku. Yah, karena peran terlanjur dibagikan, tanpa bisa menolak, kami akhirnya hanya pasrah saja.
---Saat latihan---
"Yusifa, baca naskah dialognya yang benar dong! Kalau jadi Putri Salju harus lemah lembut. Hapus ingusmu yang meler itu! Terus, kita lanjutkan latihannya" kata Bu Indah. Yusifa mengambil lap (tau deh lap apaan) lalu dia menyeka ingusnya yang meler luar biasa itu. Setelah itu, Yusifa kembali berlatih dengan Bu Indah. "Ah, saya pusing. Yusifa bener-bener gak cocok dapet peran jadi Putri Salju. Oriza saja deh, ayo kesini!" kata Bu Indah tiba-tiba menemukan gagasan hebat. Oriza pun langsung menghampiri Bu Indah dan dia mengikuti pelatihan dengan benar.
"Lha? Kok Ori yang jadi Putri Salju? Saya jadi apaan dong, Bu?" muka Yusifa yang melas jadi tambah melas, aku jadi agak eneg ngeliatnya. "Yusifa jadi Ratu Jahat aja, ini naskahnya, ayo kita teruskan lagi latihannya" kata Bu Indah. Yusifa pun mulai menunjukkan bakat aktingnya sebagai tokoh antagonis. "Hahaha ... kalau aku memberikan apel beracun ini pada Putri Salju, dia akan tidur selamanya, dan aku akan menjadi gadis paling cantik di negeri ini" kata Yusifa berakting. "Yusifa Tamarlin! Kalo jadi Ratu itu harus jahat! Kamu harus lebih kejam lagi!!" kata Bu Indah kurang puas.
"Yaa Buu" jawab Yusifa tidak ikhlas. "Ya sudah, ayo Nabila sama Nadhira latihan!" Bu Indah beralih ke aku dan Thara. Ya ... nasibku jadi Cinderella deh. "Cin, Cin, sini ... ambilin baju aku terus setrikain ya! Jangan sampe gosong!" Thara mulai berakting. Thara kan emang tukang suruh-suruh dari dulu, jadi aktingnya bagus banget. Setengah jam kemudian, latihan hari itu berakhir juga. Para pemeran tampak kelelahan, terutama si Ratu Jahat, Yusifa. "Gak enak banget jadi Ratu Jahat ... kata Bu Indah pas pementasan aku harus pake make-up tebel-tebel terus dikeriputin! Harusnya aku yang jadi Putri Salju" Yusifa ngedumel.
"Jadi tua beneran deh" ledek Medina. "Alah, yang jadi Kurcaci aja sombong bener" balas Yusifa. "Eh, enak aja, aku itu Kurcaci yang paling pinter tau" Medina membanggakan perannya. "Ya lah, pulang yok! Udah sore gini" ajakku sambil menarik tangan Thara.
---Saat Pementasan---
Aku sudah mengenakan gaun biru khas Cinderella, rambut pendekku juga dikonde, terus dijepit pake bandana. Ngikutin Cinderella banget deh. Terus karena aku nggak mau pake make-up, alisku dibuat jadi tebel banget. Sekarang aku bener- bener mirip sama emak-emak yang ada di pasar deh ='=
Kalo Thara cuma pake kaus putih yang dibuat khusus oleh Bu Indah sama celana biru jeans longgar. Terus dia dipakein make-up yang buat dia keliatan kayak orang paling sadis di dunia ini. Thara tampaknya tersiksa banget. Ralat! Yang paling tersiksa itu Rezka, dia pake kostum cermin jadi dia susah jalannya. Gyahaha ... aku hanya bisa tertawa, terus Medina pake baju hijau-hijau kayak Buto Ijo gitu deh (eh, anaknya Buto Ijo deh). Kalau Medina sama sekali nggak pake make-up, dia pake topi kerucut warna hijau yang motifnya bintang (nggak pas banget).
Kalau Yusifa pake gaun warna hitam-hitam, make-upnya buat dia keliatan keriput. Terus dia pake mahkota dari plastik. Yah, benar-benar serem sih. "Sebentar lagi dimulai" kata Bu Indah. Oriza yang berperan jadi Putri Salju sudah siap dengan gaunnya yang berkerah putih. "Ayo Oriza keluar!" kata Bu Indah lima menit kemudian. Oriza langsung tampil di atas panggung. Setelah itu giliran Yusifa muncul. Terdengar suara serak Yusifa, "Cermin ... cermin ... di dinding, hmmm ... siapakah yang tercantik di negeri ini?"
Rezka hendak menjawab, tapi dia segan, "Aku lah" jawab Rezka improvisasi. Para penonton tertawa. Kemudian saatnya Yusifa untuk menyerahkan apel beracun pada Oriza. Secara tak sengaja Oriza menyenggol sikut Yusifa hingga Yusifa oleng dan hampir jatuh ke tribun penonton. Aku--dengan berlari-lari mengangkat ujung gaun--, Thara, Medina dan Rezka yang kesusahan berlari karena kostumnya, menolong Yusifa berbarengan. Ceritanya jadi bener-bener nggak jelas!
Setelah menolong Yusifa yang hampir terjatuh, kami berempat bergegas kembali ke belakang panggung karena takut merusak cerita. Yang penting Yusifa gak jatuh ke tribun penonton, soalnya nanti penontonnya pasti keberatan sama tu anak. Cerita itu pun berlanjut. Hampir menyampai akhir cerita, Yusifa berhasil membuat Oriza memakan apel beracunnya, dan akhirnya Oriza tidur tenang. Tapi, karena ini adalah drama tanpa anak-anak cowok, jadilah Ratu Jahat yang menang dan Putri Salju terus tidur!
---Sementara pentas Cinderella---
Untuk peran pendukung, Yusifa yang memakai rambut palsu berperan sebagai pangeran. Di pesta, aku berdansa dengan Yusifa. "Heh, Pangeran! Nginjek kakiku mulu, sakit tau!" gumamku kesal, karena sedari tadi Yusifa memang menginjak kakiku mulu. "Mangap, nggak sengaja. Abis nggak bisa dansa sih" balas Yusifa, sebenarnya kata-kata itu sama sekali tidak ada di naskah dialog. Dansa pun kembali berlanjut, meski kakiku sakit karena mengenakan sepatu hak, ditambah lagi Yusifa selalu menginjak kakiku.
Akhirnya, karena tidak sabar plus kesal, aku memukul kepala Yusifa. "HEH! AKU KAN UDAH BILANG, PANGERAN JANGAN NGINJEK KAKIKU TERUS!!" dan penonton kembali tertawa. "Yah ...? Lupa deh aku! Kita kan lagi pentas" gumamku pelan. Yusifa diam. "Dialognya abis ini apa ya? Udah ah, improvisasi aja" kata Yusifa memutuskan. Cerita hampir berakhir, Yusifa mencoba memasukkan kaki Thara ke sepatu kaca yang barusan aku pake. Ternyata muat juga. Abis itu pas mau dicoba ke kakiku, aku refleks nolak "Ah, males, sakit tau pake sepatu hak tinggi gitu!" dan akhirnya, yang hidup bahagia adalah kakak tiri.
Gyahaha ... cerita gak jelas! Udah ah, nanti kita lanjutkan lagi ...
---Di taman, 16.00 sore---
"Aah ... bosen nih. Mau ngapain ya?" kata Medina yang sedang duduk di ayunan. "Udah ah, ngapain aja juga boleh. Nggak ada yang ngelarang" jawabku. Yusifa hanya diam, dia sedang sibuk mendirikan istana pasir (emang di pantai?). Sementara Rezka dan Thara lagi makan es krim. JDUG! Tiba-tiba ada seseorang yang terjatuh dari langit. Aku langsung menghampiri orang nggak jelas itu. "Lho? Eeeh ... ini pasti makhluk spesies baru!" komentarku. "Tapi kok punya telinga? Idungnya lebih mancung daripada idungku! Pasti alien, tinggalin aja yuk!" ajak Thara karena kesal. "Ya deh, aku juga mau pulang. Yuk dah!" ketika hendak berjalan pulang, terdengar suara teriakan yang cemprengnya gak keruan, "Woooii! Enak aja! Bantuin kek ... udah menghina, ninggalin lagi!"
Kami berbalik. "Lho? Makhluk spesies baru ini bisa bicara? Gyaa ... serem amat!" kami berlima langsung bergegas lari, abis menakutkan banget sih. Makhluk aneh itu menahan kerah jacket Yusifa. "Jangan pergi! Liat baik-baik dong, manusia nih!" kata makhluk yang mengaku manusia itu. Ah, sebenernya aku gak percaya. "Eh kau, makhluk tak jelas, jangan coba-coba boongin Yusifa yang rajanya boong ya!" kata Medina. "Iiih ... woy! Orang nih, manusia" makhluk itu tampaknya mulai kesal karena tidak dianggap manusia.
"Eh, kalo dia makhluk luar angkasa kayak alien kepala botak, masa' namanya Bagas?" bisikku di telinga Yusifa sama Thara kemudian Thara membisikkannya pada Rezka dan Medina. "Tau darimana tu makhluk namanya Bagas?" tanya Rezka bingung. "Tu di topinya ada pita tulisannya 'Bagas' ... masa' ga liat? Kan nggak mungkin 'Bagas' itu nama ibunya" kata Yusifa. "Kalo dia emang bener manusia, kok jatuh dari langit?" tanya Medina, penasaran. "Mungkin si Bagas lagi naik pesawat, terus dia buka jendela, tau deh sengaja apa nggak, si pramugarinya dorong Bagas, awalnya dia masih megang (maksudnya nyangkut) di jendela pesawat, tapi abis itu dia jatuh deh" cerita Thara.
Thara bohongnya hebat banget! "Eh, Bagas, nih namanya Nadhira, panggil aja Thara. Nih namanya Yusifa, udah panggil apa aja boleh. Kalo yang ini Medina, panggil Medin aja. Yang ini Rezka Bella, panggil aja Rezka. Yang ini Nabila, panggil Nabila boleh, panggil Bela boleh" kata Thara menerangkan. "Ohh ... ya dah deh, balik dulu ya. Dah ..." dan dengan gak sopannya si Bagas langsung ngacir. "Eh, tunggu!" tiba-tiba dia balik lagi. "Rumah Pak Mamat dimana?" tanyanya.
"Mana ku tahu" jawab kami bersamaan karena kami emang nggak tahu dan nggak niat mau tahu siapa dan dimana Pak Mamat itu. "Kalo nggak salah sih rumah Pak Mamat di Tanggerang, ini dimana?" kata Bagas sambil memperlihatkan kertas lecek, mungkin peta. "Heh? Tanggerang? Ini mah di Jakarta Timur tau!" kataku. "Lha kok?" tiba-tiba mukanya Bagas jadi melas banget, ngalahin kemelasan muka si Ratu Ingus, Yuciep. "Udah ya, kita pulang dulu, daaah ..." kami berlima langsung pulang, meninggalkan makhluk yang mengaku manusia itu, Bagas.
---Esoknya---
TOK! TOK! TOK! Terdengar suara ketukan pintu. Rumahku hari ini sepi, tanpa keluargaku, tapi rame juga, soalnya aku mengundang keempat sahabatku main. Aku pun membukakan pintu dengan males. "Oi!" kata orang yang mengetuk tadi. Kayaknya pernah liat ni orang deh. Aku mengucek-ngucek mataku. "Eh, kamu makhluk aneh yang kemarin. Ngapain kau kesini? Rumah Pak Mamat kan di Tanggerang, bukan di daerah sini. Udah ya, daah ... " aku langsung siap-siap menutup pintu, tapi kemudian keempat sahabatku datang. "Bel, lho? Makhluk aneh yang kemarin kok kesini?" rupanya Yusifa dan tiga sahabatku yang lain masih inget pada makhluk yang kemarin jatuh dari langit itu.
"Heeh! Aku tuh punya nama, enak aja dari kemarin panggil 'makhluk nggak jelas'! Namaku tuh Bagas" protes Bagas. Ah, dia marah. Hahaha ...
"Tau kok. Orang tulisan 'Bagas'nya ada di pita topimu" jawabku santai. "Yuk masuk sahabat-sahabatku. Eh, si Bagas itu masuk juga? Udahlah, masuk aja kau!" akhirnya karena pusing aku mengajak si Bagas masuk ke rumahku. Aku menyediakan makanan untuk sahabat-sahabatku, termasuk untuk si Bagas itu juga. Aku kan anak baik ='=
"Hei ... bantuin aku dong, supaya balik ke Tanggerang!" pinta Bagas tiba-tiba. Aku, Thara, Yusifa, Rezka dan Medina melongo mendengar kata-kata Bagas.
"Gak ah, malesss ..." jawab Yusifa.
"Mana duitnya? Kan harus pake pesawat" jawab Rezka.
"Sana sendiri aja!" lanjut Medina.
"Gak boleh ma orangtuaku" kata Thara.
"Aku nggak kenal Pak Mamat" akhiriku.
"Intinya : KITA NGGAK MAU NGANTERIN KAMU BALIK KE TANGGERANG!" jawab kami berbarengan. Bagas yang gantian melongo. "Eh, kejem amat sih kalian berlima! Bantuin aku dong! Please ... please ... please ...!" mohon Bagas, ah ... mukanya melas lagi. "Hohoho~aku itu emng kejeeemmmm banget. Makanya, minta tolong aja gih ke Pak Presiden, biar kamu balik ke Tanggerang, terus ketemu sama Pak Mamat" usulku. "Emang Pak Mamat itu siapa kamu sih, Bagas?" tanya Medina.
Bagas berdehem, bersiap untuk bercerita panjang kali lebar. "Pak Mamat itu temen bapakku. Sekarang kan lagi liburan, makanya bapakku ngirim aku ke Tanggerang buat dititipin di rumah Pak Mamat selama seminggu, soalnya ayah-ibuku mau pergi ke Bandung selama seminggu. Nah, pas naik pesawat buat ke Tanggerang, aku nggak sengaja buka jendela, terus ada yang dorong aku, aku jatuh deh. Eeh ... malah jatuhnya di Jakarta Timur. Rumahku kan di Bekasi. Maka dari itu, aku harus ke Tanggerang buat ketemu sama Pak Mamat" ceritanya.
"Ooh ... gitu" tanggap Rezka. "Terus, kalian mau bantu aku kan, setelah denger ceritaku?" tanya Bagas dengan mata berbinar-binar. Dasar orang ge-er! "Gara-gara denger ceritamu, jadi nggak pengen bantu kamu" gumam Thara. "Abis, pake buka jendela segala ... "lanjut Yusifa. "Terus pake kedorong segala" kata Medina. "Yaah ... itu mah nasib kamu, Bagas" akhiriku.
"Intinya : KAMU JATUH KE JAKARTA TIMUR GARA-GARA NASIB!" kata kami berbarengan lagi. "Lha? Kok gitu?" Mas Narator bingung, lalu cepet-cepet ngambil naskah. "Kata-kata itu nggak ada di naskah, harusnya kalian mau ngebantuin Bagas" kata Mas Narator. "Gak ah, Mas. Kita bosen jadi orang baik" jawabku. "Eh, eh, Mas Narator, bantuin kek!" Bagas memohon-mohon. Mas Narator hanya mengangkat kedua bahu. "Biar deh, malah jadi cerita komedi gini. Yang penting, yang baca seneng."
---Pukul 07.00 di Toko Hewan Bahagia---
"Bener nih? Udah kamu pikirin, Nab?" tanya Rezka, tampaknya tidak percaya. Aku hanya mengangguk. "Yah ... udah lah, pastinya. Yuk deh" kataku. Kami berlima pun berjalan memasuki sebuah toko hewan dengan papan nama yang besar dan mencolok "Toko Hewan Bahagia". Seorang bapak-bapak setengah baya menghampiri kami dengan wajah ramahnya. Hoho~ aku ada firasat buruk. "Ingin membeli hewan apa?" tanya bapak-bapak itu. "Bukan. Bukan ingin membeli hewan. Kami ingin melamar pekerjaan" senyum Thara sopan. "Ooh ... boleh" angguk bapak itu senang. Mari kita lewatkan bagian saat kami melamar pekerjaan di toko hewan itu.
---Setengah jam kemudian---
"Seragam Toko Hewan Bahagia keren juga ya?" gumam Medina terpesona. "Apaan yang keren? Cuma celemek yang dikasih tulisan 'Toko Hewan Bahagia' kok" kata Thara. "Pada ngedumel mulu nih, udah, kita mulai kerja aja" kataku, soalnya aku emang pengen banget kerja di toko hewan. "Oh ya, siapa nama bapak pemilik toko hewan ini?" tanya Rezka, penasaran, karena sedari tadi bapak itu tidak memberi tahu namanya. "Pak Bahagia. Nama tokonya aja Toko Hewan Bahagia" jawab Yusifa yang emang stalker (penguntit) sejati.
"Ah elah, kejam amat yang nulis, pake bilang aku stalker sejati lagi!" rutuk Yusifa. "Heeh? Emang ada orang yang punya nama Bahagia? Langka amat" komentarku. "Ada kok. Pak Bahagia yang lagi makan di depan" kata Yusifa sambil menunjuk Pak Bahagia yang sedang duduk di depan, makan sambil menunggu pengunjung. "Ya udah, ayo kerja deh!" ajak Medina, rasa semangatnya tampaknya besar. Padahal biasanya dia males ngapa-ngapain. "Kerja apaan? Pengunjungnya kan belom ada yang dateng" gumam Rezka, tiba-tiba dia jadi terlihat seperti orang pemalas.
Kami pun keluar dari ruangan dan akhirnya hanya duduk-duduk saja, habis pengunjung belum ada yang datang. Tak lama kemudian, KLINING! Rupanya ada yang masuk. Ternyata bukan pengunjung, tapi Bagas, teman kami. "Lho? Mau beli hewan, Bagas?" tanya kami, sekedar berbasa-basi. "Nggak kok. Aku kan kerja di sini" kata Bagas, lalu mengenakan celemek yang jadi seragam di toko hewan itu. "Baru tau aku!" kata Rezka.
"Ya iyalah, orang baru kemaren kerja disini, tanya deh sama Pak Bahagia" kata Bagas dengan pelan. "Dari tadi belum ada yang datang? Kok rasanya tumben sepi?" tanya Bagas pada kami. "Au ...!" jawabku. Sementara Thara, Yusifa, Medina dan Rezka berpura-pura mengobrol, mengacuhkan si Bagas.Sampai jam dua belas siang tidak ada satupun pengunjung di Toko Hewan Bahagia hingga akhirnya Pak Bahagia menyuruh kami berlima terkecuali Bagas untuk pulang. "Lho? Kok saya nggak boleh pulang, Pak?" tanya Bagas. "Kemarin kamu buat para pengunjung ketakutan, makanya, sekarang kamu harus bersihin gudang!" omel Pak Bahagia. BUG! Tiba-tiba sebuah ember jatuh tepat di kepala Pak Bahagia. "H ... he, saya tidak apa-apa, sudah sana kalian berlima pulang dan Bagas, cepet bersihin gudang!" kata Pak Bahagia lalu beliau berjalan dengan sempoyongan.
Kami pun langsung berjalan keluar Toko Hewan Bahagia. Kurasa, Pak Bahagia itu hidupnya nggak bahagia, sesuai namanya. Tapi malah sengsara, kok namanya nggak Pak Sengsara aja sih?, batinku nggak jelas. "Kita pulang terus makan es krim, ya?" kata Yusifa sembari menjilat bibirnya. "Ya lah, serah kau" jawabku. "Eh, eh, eh!" Rezka tiba-tiba menarik lengan bajuku dan membisikkan sesuatu padaku, "Ada orang di belakang kita yang mukanya ditutupin jacket. Dari tadi dia itu ngikutin kita terus. Mana dia jalannya cepet-cepet banget, aku takut dia mau nyulik atau ngerampok kita" dan yang pasti kata-kata dari Rezka itu membuat bulu kudukku berdiri dan berkonser musik lagu Nidji (ah, apaan sih?)
Oh ya, kita itu pulang lewat lorong yang sepi banget lho. Kok aku malah bangga ya? Padahal lagi ada masalah begini ='= ... ah, sudahlah. "Oke, gini aja, buat ngamanin diri kita, kita hajar tu orang buat nyelametin diri kita. Ngerti?" segera saja kami berlima sibuk mengatur rencana. "Yak, siipp ...!" Yusifa mengacungkan jempol. Sok hebat amat ni anak. Tanpa ada aba-aba dan tanpa perencanaan, Yusifa langsung berlari ke belakang, menghampiri orang mencurigakan itu. GUBRAK! Yusifa tergelincir karena ada kaleng di dekat kakinya. "HEH! Kamu denger ga sih rencana kita tadi?!" omelku karena aku keseeelll banget sama Yusifa, abis dia udah sok, pake jatuh segala lagi.
"Heeh ...? Rencana apaan? Rencana makan es krim kan? Denger tuh," kata Yusifa sambil mencoba bangun. Akhirnya dia berhasil bangun. "BUKAANN!!" jerit kami bersamaan. Thara mengedipkan matanya pada kami, dan kami langsung berlari menghampiri orang mencurigakan itu. "Bel, borgol tangannya dari belakang!" perintah Thara. "Aku gak bawa borgol, lagian aku gak pernah bercita-cita jadi polisi" kataku. "Udah lah, tahan aja tangannya!" kata Thara gemas. "Siip, Bos!" aku mengangguk sembari menahan tangan orang mencurigakan itu. "Eeh, JELEK! Lepasin gak!!" orang mencurigakan itu menjerit-jerit. "Ah elah, jelek apaan? Orang cakep gini!" serentak kami berlima mendengus.
"Lho? Tunggu, kayaknya aku pernah denger suara yang nauzubillah ini deh" kata Medina mengingat-ingat. Kami pun langsung melepaskan cowok itu. Cowok itu membuka penutup jacketnya dan dengan wajah merengut kesal dia menjitak kepala kami satu per satu. "Nnng ... muka ini, kayaknya kenal deh. Siapa ya?" aku dan Yusifa berfikir-fikir. "Heh, aku ini Bagas tau! Ngapain kalian tadi?!" sungutnya. "Hhe ... kita kira kau itu maling atau penculik" terangku sembari memberi cengiran lebar.
BLETAK! BLETAK! BLETAK! BLETAK! BLETAK! Kembali Bagas menghadiahi kami jitakan bonus yang langsung jadi benjol dua. Huwee ... Bagas kejaammm! "Iih, Bagas! Ulang tahunku itu masih lama, 31 Januari, jangan kasih hadiahnya sekarang dong!" kataku sambil mengelus kepalaku yang sakit habis dijitak dua kali sama tu anak. "Salah kalian sendiri ... emang tampangku kayak maling atau penculik apa?! Lagian aku diminta Pak Bahagia buat ngikutin kalian tau! Udah ah, mau pulang" dengan tampang marah yang melas, Bagas langsung pulang.
---Esoknya---
"Kalian dipecat!" kata Pak Bahagia setelah mendengar semua ceritanya dari Bagas. Dengan lesu kami berjalan keluar dari Toko Hewan Bahagia. "Iih ... kenapa kita malah dipecat? Lagian, kita kan belum ngelayanin pelanggan!" rutukku, dilengkapi anggukan Thara yang malas. "Emang Pak Bahagia siapanya Bagas sih? Kok kayaknya Pak Bahagia sayang banget sama tu anak?" komentar Yusifa. "Kamu kan yang stalkernya, Yus. Harusnya kamu tau" desahku.
"Katanya sih Pak Bahagia itu temen bapaknya Bagas" kata Medina. Kayaknya jabatan stalker harus jatuh ke tangan Medina deh ='=
"Kayaknya, temen bapaknya Bagas kok namanya langka semua? Pertama Pak Mamat, kedua Pak Bahagia, ketiga Pak siapa lagi? Lagian, harusnya si Bagas itu pergi ke Tanggerang kan?" kata Thara sembari menjauhi Yusifa. Hiii ... Yusifa ngeces gara-gara ngeliat kue tart stroberi yang dibawa seorang perempuan. Yusifa ini, udah Ratu Ingus, dia masih mau dapet gelar Ratu Ngeces yaa? ='=
"Yus, nih tissue" aku menyerahkan tissue pada Yusifa dan Yusifa menyeka bekas ngecesnya, lalu Yusifa membuang tissuenya ke tong sampah. "Menurut gossip (emang Bagas artis?) si Bagas itu pernah buat pengunjung toko Pak Bahagia ketakutan, abis Bagas pake gaun yang ngembang-ngembang gitu deh, makanya Bagas harus kerja di toko Pak Bahagia, plus nggak jadi ke Tanggerang. Nasibnyaa masih sama aja kayak chapter New Character" jelas Thara. Gyahaha ... peace, Bagas :)
"Jadi, kita mau gimana nih? Udah dipecat dari toko hewan, huuh ... kita ketularan nasib Yuciep!" gumam Rezka. Yusifa emang anak yang nasibnya jarang bagus (eh, Bagus kan nama kakekku), makanya kalo nasib kita-kita pada jelek secara mendadak, salahin Yusifa aja ya.
"Ya udah, ayo kita pergi ke KFC! Aku traktir deh (biar kalian nggak ngomongin aku mulu)" kata Yusifa yang lagi sok baik. "Emang kamu ada duit? Bukannya biasanya kere banget?" sindirku berbarengan dengan sindiran Thara. "Ada dong ... kemarin aku dapet uang dari nenekku sebesar dua ratus ribu" kata Yusifa sambil menunjukkan uang dua lempar berwarna merah muda dari dalam kantung celananya. Mata Medina langsung berbinar-binar. Mata duitan sih ='=
"Lho? Tapi kok dompetku gak ada? Ah, biar deh, yuuk!" kata Yusifa semangat.
---Sementara di Toko Hewan Bahagia---
"Tadi aku ambil dompet Yusifa. Ada uang nggak ya? Hehe~ya Allah, ntar aku kembaliin ke Yusifa kok, makanya ridho'in aku ambil uangnya ya" gumam Bagas sambil membuka dompet Teddy Bear Yusifa. "Heeh?" mata Bagas membulat ketika dia melihat dua lembar uang seribuan. "Ah! Tu cewek emang kere banget!!" seru Bagas marah sambil melempar dompet Yusifa ke lantai.
---Seputar Yusifa---
Karena cerita kali ini bonus, maka kita akan membahas Yusifa. Yusifa itu tergolong anak yang tengil tapi baik, kadang dia bisa disuruh-suruh (istilah kejamnya: pembantu gadungan), tapi kadang dia bisa nyuruh-nyuruh kita (tanpa kita sadari). Mukanya kejam + menakutkan + bikin orang eneg, yaah ... gitu deh. Yusifa umurnya 12. Temen bapaknya Yusifa namanya Pak Mamit (sodara kembarnya Pak Mamat). Istri Pak Mamit namanya Bu Mita (nama istrinya wajar), dan anak Pak Mamit namanya Gokil Mitamit. Panggilannya Amit. Yusifa itu temen deketnya Amit. Amit anak kelas 3, umurnya baru 9 tahun. (Jangan lupa, Yusifa itu sukanya sama daun muda, kayak Yuni Sharap Banget sama Rapih Amat Deh).
Amit itu anak cowok, rambutnya gondrong, mulutnya bau, giginya keropos, pokoknya amit-amit deh (sesuai namanya), tapi, si Yusifa itu betah banget main sama tu anak. Mungkin karena Amit sering bantuin Yusifa bersihin kamar mandi kali. Tapi Yusifa itu ngerasa nggak enak pas deket-deket sama Amit, soalnya si Amit kalo buang ingus selalu sembarangan. Padahal, Yusifa kan juga begitu. Tapi kenapa dia jijik ya? Mungkin karena Yusifa nggak mau kalah soal ingus.
Bisa dibilang Amit itu pinter, tapi saking pinternya, Amit nggak tahu perkalian sepuluh. Nah lho ... betapa pinternya si Amit itu! Yusifa sering ngebantuin Amit buat belajar (tapi nggak ikhlas, soalnya Yusifa sering minta honor ke Pak Mamit). Tapi, dasar si Amit, setiap mau diajarin sama Yusifa, selalu aja nyuguhin kue-kue sama es krim, jadilah Yusifa yang punya tampang mudah tergoda oleh makanan itu tidak pernah jadi-jadi mengajarin si Amit.
Amit itu suka main katapel, tapi Amit selalu nangis kalo ngeliat barbie. Entah kenapa. Mungkin karena barbie yang Amit liat giginya putih bersih (jangan pernah lupa kalo Amit itu giginya keropos!). Kadang Yusifa sering maksa Amit buat gosok gigi, tapi, sekali lagi usaha Yusifa tidak terlaksana, habis Amit pinter sih! Si Amit pura-pura nyeritain kisah sedih yang ngibul banget (Amit belajar ngibul dari Thara) terus akhirnya Yusifa bercucuran ingus (eh, air mata deh). Nah, cerita seputar Yuciep sampe disini dulu.
---Seputar Thara---
Mukanya yang selecek kantung kresek, hidungnya yang nyelem, mulutnya yang agak monyong, rambutnya yang keriting kayak selalu diblender serta tubuhnya yang tidak terlalu pendek, 147 sentimeter itu menjadikan Thara mendapat gelar sebagai 'Orang aneh No.1'. Suaranya kayak banci proffesional. Umurnya 12. Dia baik, tapi sering jahat. Temen ibunya Thara, Bu Sengsara dan suaminya, Pak Bahagia (Pak Bahagia yang di chapter Working in Shops Animals? itu lho) punya dua anak kembar namanya Bugis dan Haccuh. Bugis masih kelas 2 SD, tapi mukanya imut-imut. Sementara Haccuh kelas 3 SD, padahal mereka lahirnya beda dua menit doang. Tapi, karena Haccuh lebih pinter dari Bugis (pinter ngompol) maka dari itu dia masuk ke kelas 3.
Sebenernya Thara nggak akrab sama si Bugis ataupun Haccuh, tapi karena orangtuanya sering nitipin Thara di rumah Bu Sengsara dan Pak Bahagia, jadilah Thara bersikap sok akrab sama Bugis atau Haccuh (Thara nggak suka daun muda kayak si Yuciep, tapi sukanya daun yang udah keriput banget).
Awal perjumpaan Thara dengan si Kembar tidak begitu menyenangkan, Bugis tidak sengaja melemparkan remote televisi ke wajah Thara hingga Thara pingsan selama tujuh jam lamanya (bener-bener lama) ='= sementara Haccuh bersin di depan wajah Thara (untung Thara nutupin mukanya pake handuk). Sejak itu, setiap Bugis memegang remote apapun atau setiap hidung Haccuh mulai gerak-gerak, Thara akan melarikan diri, karena itu pertanda Bugis akan melempar remote atau Haccuh akan bersin super.
Tapi, mereka ada sisi baiknya juga. Thara pernah dikasih uang lima ratus ribu sama Bu Sengsara dan Pak Bahagia karena jagain Bugis dan Haccuh pas mereka berdua ke kondangan. Yah ... meski Thara kerepotan harus masak, ngelapin idung Haccuh yang abis bersin, nemenin Bugis tidur, dan sebagainya. Untunglah di rumah keluarga tidak beres itu ada rak buku dan komputer yang boleh Thara gunakan. Kadang Bugis mimpi dikejar stroberi raksasa kalau ada bunyi televisi ketika dia tertidur, hingga tiba-tiba Bugis sering terjaga dan melempar siapapun yang menyalakan televisi saat dia tidur menggunakan remote (anak kecil tapi kejamnya selangit).
Oh ya, sikap kejamnya Bugis itu diajarin Yusifa lagi. Bugis sama Haccuh manggil Yusifa dengan panggilan "Mbak Yusifa", sementara mereka memanggil Thara dengan sebutan "Mbok Thara". Padahal Thara ma Yusifa kan umurnya sama. Tapi, si Kembar merasa kalau Thara umurnya dua puluh tahun di atas umur Yusifa, gyahaha ...
Segini aja ye, ntar ku post lg kok..
Tenang aja..
Hehe..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar