Heyo teman-teman! Dah pada kangen semua? *ditabok Pak Wartsun*
Ehem, sori ni ye dah jarang nge-post, bingung sih mo nge-post apaan -_-
Sekarang aku mo ngepost tentang drama korea yang lagi top2 nya nih, 49 Days! :D
Woh, ceritanya bagus banget! Bikin semua orang harus nyiapin 3 kotak tisu :p #lebay
Genre nya romance, fantasy nya kerasa banget! Paling banyak sedihnya T_T ada lucunya juga lho! (dikit sih ._.v)
Yang mau nonton tapi gapunya duit buat beli filmnya (ditendang pembaca :p), nih aku kasih link sinopsis 49 days. Enjoy! :3
EPISODE 1
EPISODE 2
EPISODE 3
EPISODE 4
EPISODE 5
EPISODE 6
EPISODE 7
EPISODE 8
EPISODE 9
EPISODE 10
EPISODE 11
EPISODE 12
EPISODE 13
EPISODE 14
EPISODE 15
EPISODE 16 Part 1 | Part 2
EPISODE 17
EPISODE 18 Part 1 | Part 2
EPISODE 19
EPISODE 20 Part 1 | Part 2
sumber: http://kadorama-recaps.blogspot.com (Gomawo-yo! :3)
Rabu, 29 Februari 2012
Rabu, 15 Februari 2012
PUHB? *shocked* :O
Halo semuaaaaa! :3
Mau cerita nih! Tapi ceritanya udah lama banget. Maklum, komputer ku rada-rada gabisa publish post. Ngeselin kan?!?!?!?!?! &@<!>$%!! (Nge-dumel mulu. -_-)
Oke langsung aja ya! :D Cekidot!
Mau cerita nih! Tapi ceritanya udah lama banget. Maklum, komputer ku rada-rada gabisa publish post. Ngeselin kan?!?!?!?!?! &@<!>$%!! (Nge-dumel mulu. -_-)
Oke langsung aja ya! :D Cekidot!
Suatu hari, di kelas 7c, sedang pelajaran
kosong. Aku juga tidak tau kenapa guru kami tidak datang ke kelas. Yah, mungkin
ada sedikit urusan. Dan hal itupun adalah suatu kebebasan dan ketentraman yang
tak terhingga bagi anak-anak 7c. Ada yang lari-larian, ada yang lagi
nge-gossip, ada yang ke kamar mandi, dan sebagainya.
Waktu itu, aku, Miranda dan Iqlima sedang
membicarakan tentang nasi goreng buatan bude yang super-duper enak di kantin
belakang. Tiba-tiba seorang guru piket masuk kelas dan membawa surat
pengumuman. Saat surat itu dibagikan, perasaanku jadi tidak enak. Mungkin tentang hal-hal bayaran atau apalah
itu, pikirku.
Ternyata dugaanku salah. Saat surat itu
melayang di wajahku dan aku membukanya, dunia pun terasa terhenti. Surat
pengumuman yang terdiri dari 2 lembar itu adalah hal mengerikan yang pernah
kubaca. Mungkin sebagai perbandingan, aku lebih baik membersihkan toilet
belakang di rumahku daripada membaca surat itu. Saat selesai membacanya, aku
merasa.. Yah, mungkin aku sedang bermimpi. Tapi, saat aku mencubit pipiku
sendiri, ternyata ini bukan mimpi. Benar-benar bukan mimpi. Spontan, aku
langsung mengernyitkan dahi dan berteriak:
“Gyaa! Jadwal PUHB!”
Gubrak.
Tapi sungguh, aku berani bersumpah, aku
benar-benar tak berminat memikirkan jadwal menyeramkan itu. Sekalipun hanya melihat, mungkin aku langsung
berlari ke kamar mandi, muntah habis-habisan, dan turun 2 kg. Coba pikirkan,
teman-teman SD ku mulai PUHB pada bulan Oktober! Kalau seperti itu, ini bukan
dinamakan PUHB, melainkan Romusha.
Satu-satunya hal yang bisa aku lakukan hanya pasrah. Aku tidak mau bahan tertawa teman-temanku karena remedial 10 pelajaran, begitu pikirku. Tapi, kuakui ada hal yang kusenangi dari berita tersebut. Ternyata, PUHB itu berlangsung 3 hari lagi. Syukurlah, Allah masih menyayangiku.
Satu-satunya hal yang bisa aku lakukan hanya pasrah. Aku tidak mau bahan tertawa teman-temanku karena remedial 10 pelajaran, begitu pikirku. Tapi, kuakui ada hal yang kusenangi dari berita tersebut. Ternyata, PUHB itu berlangsung 3 hari lagi. Syukurlah, Allah masih menyayangiku.
Saking tidak sudinya membaca jadwal itu
berulang-ulang, akhirnya aku mengalih perhatian ke meja sebelahku.
Miranda, yang daritadi diam seribu bahasa
sambil menganga melihat jadwal sesat itu, tiba-tiba berteriak: “Apaan, nih?! Belum apa-apa udah ulangan!
Payah!”
Aku hanya terkekeh. Hidup terkadang memang
tidak adil, Nak.
Iqlima pun memasang muka
tak-punya-semangat-untuk-hidup. “Ah, nyebelin banget, sih! Nih sekolah nggak
punya kerjaan lain apa selain ngasih PR sama ulangan?! Kejam! ”. Saat mendengar
Iqlima mengatakan itu, hanya ada satu kata yang terlintas di pikiranku: Sangat.
Aku hanya menghela nafas saat melihat surat
itu kembali. Mungkin, aku bisa membakar surat itu dan mengirim abunya ke Kepala
Sekolah SMP Islam PB. Soedirman. Tapi hal seperti itu tidak mungkin terjadi,
karena aku masih mempunyai akal sehat.
Tiba-tiba, saat semua murid 7c sedang
merenungi nasib, ada satu hal mengerikan lagi muncul. Nah tebak, apakah hal
mengerikan itu?
Tanpa disadari, guru yang saat jam itu
seharusnya mengajar dan sama sekali tidak terlihat batang hidungnya sejak tadi,
sudah masuk di kelas 7c dan berdeham.
Aku yang telah menyadari hal tersebut,
langsung memasang muka jengkel dan memasukkan surat itu ke dalam tas. Sesuai
kemauan pikiranku, sudah saatnya memasang peribahasa: “Sudah jatuh, tertimpa
tangga pula.”
Ah,
bukan, bukan. Dengan keadaanku yang sekarang, peribahasa tersebut lebih pantas
di ganti: “Sudah jatuh, tertimpa pohon beringin pula.”
“Ah, capeknya hari ini!” teriakku sambil
mendudukkan diri ke ranjang. Benar saja, setelah menerima surat sesat itu,
dimarahi guru, tersandung 5 kali, pula. Siapa yang lama-lama tidak gila dengan
kejadian seperti itu?
Setelah agak tenang karena shock dengan
peristiwa hari ini, aku langsung mengeluarkan teman baik sekaligus senjata
terampuhku saat aku bosan: Komik. “Sungguh
indahnya hidup ini!” gumamku saat sudah membaca beberapa komik dengan tenang
dan damai.
Akupun mengambil satu komik lagi.
Tiba-tiba, ibuku masuk ke kamarku dan membawa sesuatu yang tidak ingin kutemui.
Aku hanya bisa berteriak dalam hati, “Celaka,
aku lupa keluarin jadwal!”
Ibu menatapku tajam—setajam pisau yang
habis diasah, Dan aku pun menelan ludah. Sepertinya, sebentar lagi akan terjadi
hal yang amat-sangat mengerikan.
“Apa ini?” tanya Ibuku seperti
menginterogasi seorang maling yang habis mencuri iPad.
“Itu jadwal PUHB.”
Ibuku langsung mengernyitkan dahi. “Terus,
kenapa nggak dikeluarin?”
Dengan perasaan tak bersalah, aku pun
tersenyum simpul. “Lupa.”
Ibu menatapku tidak puas. “Kenapa bisa
lupa? Ini kan penting sekali!.”
Penting apanya? Malah itu adalah hal
pertama yang ingin kusingkirkan dari dunia ini, gumamku dalam hati.
“Kamu itu gimana, sih? Ntar kalau mau
belajar pelajarannya, gimana?”
Suram.
“Terus, sekarang kamu bukannya belajar,
malah baca komik!”
Lebih suram.
“Baca buku pelajaran, jangan baca komik!
Komik itu nggak berguna!”
Makin suram.
”Emang pas ulangan nanti, ditanyain tentang
cerita di komik? Nggak, kan?”
Mendengar perkataan yang bisa diprinsipkan:
“Nenek-nenek jungkir balik juga tau”, aku sedikit terkekeh. “Ya nggaklah, Ma..”.
“Makanya,
sekarang mulai belajar! Mau dapet nilai bagus, nggak?”
Baiklah, kalau aku diberi 1 permintaan oleh
jin dari Jawa yang lebih tepatnya di iklan rokok Djarum 76, yang kuinginkan
adalah hanya keluar dari kamarku dengan selamat.
Setidaknya, jin tersebut tak ada di sini
dan tak mengenalku. Koreksi, aku lupa minta username Twitter-nya kemarin.
Melihat aku yang seperti nenek-nenek kena
stroke mendadak, Ibu hanya bisa menghela nafas.
“Baiklah,
silahkan belajar pelajaran yang kamu mau. Mama tak peduli seberapa lama
kau belajar atau sebesar apa konsentrasimu menghafal kalimat-kalimat yang ada
di buku pelajaranmu, yang mama hanya inginkan adalah.. BERHENTILAH MEMBACA
KOMIK TAK BERGUNA ITU DAN AMBIL BUKU PELAJARANMU SEKARANG, DAN CEPAT! KALAU KAU
TIDAK MENURUTI PERINTAH MAMA, MAMA AKAN SECEPATNYA PANGGIL DUKUN!”
Lho, lho? Apa itu? Pernyataan retoris tak
berdefinisi? Atau pernyataan dari seorang psikiater yang sudah pensiun 10
tahun?
Saat Ibu mengetahui tampang kau-kerasukan-setan-apa
muncul dari wajahku, dia langsung keluar dari kamarku tanpa sepatah katapun—Eh,
belum patah, deng.
Secepatnya, aku langsung mengambil beberapa
buku pelajaran dari laci dan menaruh komik ke rak. Aku tak mau seluruh dunia
terbelah menjadi 15 bagian karena Ibuku.
Yah, karena aku tak mau—dan pastinya semua
orang tak mau itu terjadi, aku memutuskan untuk membaca buku cetak PLKJ.
Sebenarnya, Ibuku berharap sekarang aku sedang belajar MTK. Tapi sayangnya,
hati kecilku menolak. Menyentuh bekas coret-coretan MTK ku saja, aku tak sudi—maksudku,
tidak mau.
Setelah membaca beberapa bab, aku pun
meletakkan buku itu dan tertidur.
Bagaimana caranya ya, dapat nilai ulangan
bagus tanpa belajar? pikirku sebelum tenggelam dalam mimpi.
Langganan:
Postingan (Atom)